dua kembang yang bertanya tentang sajak
yang ditulis di daun pada batang
yang sama-sama menjadi tiang mereka.
karena tak ada salam
atau mereka yang tak mendengar salam.
mereka mencari siapa penulis sajak itu:
seakan tanpa permisi dan berkenalan
atau mungkin penulis itu sudah mendapat ijin dari ibu
yang kemudian dipersilahkan oleh akar
dan selanjutnya terus naik keatas
tapi sajak di daun itu indah
seperti air yang disiapkan ibu disetiap jam makan.
dua kembang itu terus bertanya
karena setiap harinya dia terus menulis sajak-sajaknya
pada daun-daun yang menemani hari-hari mereka.
serentak mereka pun bertanya:
kenapa kau tak berani menulis sajakmu pada tubuh kami?
Penulis sajak itu menjawab:
sebenarnya sajak itu sudah ada
dan aku akan menulisnya disaat kalian lupa.
lupa karena sajak-sajakku membosankan kalian.
dan rasa bosan itu ada karena kalian terus bartanya tentang sajak-sajakku.
padahal kalian sudah paham
tentang semua sajak yang aku tulis di daun-daun itu.
kalau kalian bertanya terus,
maka aku semakin tidak ingin menjawabnya
karena jawabannya ada pada diri kalian dan ibu
tapi jangan kalian bertanya pada ibu
karena ibu telah memberimu semuanya
syarif waja bae