Jumat, 31 Oktober 2008

teduh

aku panas
entah oleh matahari yang marah atau karena mulut dan tangan
aku ingin berteduh dibawah pijar matamu
karena pancarannya mengalir dari sumber paling bening
yang dibentengi seribusatu gunung oleh Jibril
dan aku pun keluar dari panas itu
seperti bertemu dengan keadaan setelah Muhammad menyebut iqra
maukah kau berjanji denganku untuk tidak membuat jeda diantara seribusatu gunung itu?


syarif wadja bae
30 Oktober 2008

tiang negeri

harus
terus
tegak
lurus

mengaji
pada cermin
yang mengalir

lewati
kenali
arti

tapi;
ketika tak ada pagi
siapkah kau menggantikan hari?



syarif wadja bae
28 Oktober 2008

Lupa

Mata yang Lupa

Melihat kembali setiap kejenuhan yang telah sirna

bersama jutaan lampu yang bersembunyi di dalamnya

sebagai jelmaan kata-kata yang berisi intan

tak berguna identitas yang disandang karena naif dan latah.

seperti embun yang menyerah sebelum fajar tiba.

Sungguh..

mata yang banci…

mata yang rapuh…

mata yang sia-sia.



syarif wadja bae
oktober 2008

Keniscayaan?

Ada Tanya pada batas perut dan dada.
Merampas tenaga karena jalan.
Melangkah dalam bising sempit
Yang gaungnya bernaung dan berenang
dalam kolam-kolam rapuh.
Lelaki dan perempuan itu dijahit jenuh.
Digiling benang yang terbuat dari debu.

Tak satupun warna pelangi yang mampir saat itu.
Bagai kosong yang bertarung dengan kotak yang menjerat mereka berkali-kali.
Kenapa tak berteriak pada Tuhan dan alam semesta yang kata kalian ada dalam diri?? Mungkin masih bingung mencari tempat yang kalian bilang peneduh??

Datanglah dengan membawa alif yang kalian punya.
Ketuklah pintu kamarku dan temui aku dibalik beningnya air dalam gelas retak.
Dan selanjutnya kita akan ……………………………………………………….