Senin, 15 Desember 2008

aksara teater

puisi


syarif wadja bae
nov 08

hening yang bening

mimpi pupus disapu desah halus.
terlepas, ke laut luas.
semoga bertemu saka sebelum dermaga purna.
muksa bersama.
berdansa diangkasa saat musim bunga.
jangankan debu, jejak embun pun disapu, untuk menatap dan mengecup beningmu.
agar gesang tak lagi sendu dan pilu karena hubbu.

hening adalah kalbu.
kalbu adalah Ibu.


syarif wadja bae
nov 2008

Jumat, 31 Oktober 2008

teduh

aku panas
entah oleh matahari yang marah atau karena mulut dan tangan
aku ingin berteduh dibawah pijar matamu
karena pancarannya mengalir dari sumber paling bening
yang dibentengi seribusatu gunung oleh Jibril
dan aku pun keluar dari panas itu
seperti bertemu dengan keadaan setelah Muhammad menyebut iqra
maukah kau berjanji denganku untuk tidak membuat jeda diantara seribusatu gunung itu?


syarif wadja bae
30 Oktober 2008

tiang negeri

harus
terus
tegak
lurus

mengaji
pada cermin
yang mengalir

lewati
kenali
arti

tapi;
ketika tak ada pagi
siapkah kau menggantikan hari?



syarif wadja bae
28 Oktober 2008

Lupa

Mata yang Lupa

Melihat kembali setiap kejenuhan yang telah sirna

bersama jutaan lampu yang bersembunyi di dalamnya

sebagai jelmaan kata-kata yang berisi intan

tak berguna identitas yang disandang karena naif dan latah.

seperti embun yang menyerah sebelum fajar tiba.

Sungguh..

mata yang banci…

mata yang rapuh…

mata yang sia-sia.



syarif wadja bae
oktober 2008

Keniscayaan?

Ada Tanya pada batas perut dan dada.
Merampas tenaga karena jalan.
Melangkah dalam bising sempit
Yang gaungnya bernaung dan berenang
dalam kolam-kolam rapuh.
Lelaki dan perempuan itu dijahit jenuh.
Digiling benang yang terbuat dari debu.

Tak satupun warna pelangi yang mampir saat itu.
Bagai kosong yang bertarung dengan kotak yang menjerat mereka berkali-kali.
Kenapa tak berteriak pada Tuhan dan alam semesta yang kata kalian ada dalam diri?? Mungkin masih bingung mencari tempat yang kalian bilang peneduh??

Datanglah dengan membawa alif yang kalian punya.
Ketuklah pintu kamarku dan temui aku dibalik beningnya air dalam gelas retak.
Dan selanjutnya kita akan ……………………………………………………….

Jumat, 26 September 2008

mungkin

malam itu terdengar perbincangan
antara kelelawar dan burung hantu
tentang kepalsuan cahaya bulan.
itu disebabkan burung hantu yang pernah
menikmati siang dan merasakan sinar matahari
yang menurutnya lebih berani dan lebih sejati.
kelelawar pun bertanya;
kenapa kau berani melanggar kodratmu??
bukankah aktifitas kita dimalam hari??.
"bukan maksudku melanggar kodrat,
tapi karena aku resah atas keyakinanku tentang cahaya.
saat itu hatiku yakin bahwa ada cahaya yang lebih dahsyat
dari cahaya bulan". jawab burung hantu.
apa kau melihatnya burung hantu??lanjut si kelelawar.
"sobatku kelelawar, aku tidak sekedar melihatnya,
tapi aku merasakan dan meresapi,
hingga kekuatan cahayanya masuk ke dalam mataku.
tentu kau tak habis pikir" kata burung hantu karena
ekspresi heran yang terlihat dari wajah kelelawar.
setelah itu mereka pun saling diam.
dan tak lama berselang, tiba-tiba tanpa disengaja, secara bersamaan mereka berkata;
tapi apa mungkin itu adalah rahasia dari penglihatan??
mungkin...?? jawab burung hantu...


syarif wadja bae
Kediri-Ende-Surabaya
2008

Selasa, 09 September 2008

Tikar Ibu

Seperti dua titik lesung bulan sabit diatas teratai
Yang melambai Pada sepoi lentik dan gemulai.

Sari itu budi
Serupa senyum kertas disetiap langkah tinta.
Begitupula dengan anggunnya Ibu
Saat kita menginjaknya berkali-kali.

Kereta itu masuk ke terowongan
Menabrak ratusan kelelawar yang mengganggu kunang-kunang dalam kepala yang bisu akan ihwal singkatnya usia api pada lilin bodoh.

Menyerang sekujur tubuh rusuh lelaki yang lupa akan banyak mimpi disetiap tidurnya.
Yang dia ingat hanyalah sosok berkerudung duduk dalam gelas terakhir yang sedang menganyam tikar bermotif segala bentuk dengan warna pelangi.


Syarif Wadja Bae
Surabaya-Ende.
Juli-September 2008.

Selasa, 29 Juli 2008

pijar

sesuatu yang dulu, yang ada didalam mata kamu,
sampai sekarang masih kental dengan pijarnya.
ingin kuhiasi dengan melati manis
yang melekat pada sayap kupu-kupu
yang baru saja berhasil melewati metamorfosis.

pijar itu terlahir.
kenapa berusaha harus berpijar lagi?
Mungkin perlu beberapa tetesan
agar alifnya tetap tegak
pada tiang pancang awal


syarif Waja Bae
Juli 2008

hati

 
Aku telah memilih untuk berjalan dan berdiri
Di sebelah kiri

Mungkin sulit bagimu
untuk setuju

tapi
apakah kau mengerti
dengan pilihanku ini


Syarif Waja Bae
April 2008

Sabtu, 28 Juni 2008

hampa

dua kembang yang bertanya tentang sajak

yang ditulis di daun pada batang

yang sama-sama menjadi tiang mereka.

karena tak ada salam

atau mereka yang tak mendengar salam.

mereka mencari siapa penulis sajak itu:

seakan tanpa permisi dan berkenalan

atau mungkin penulis itu sudah mendapat ijin dari ibu

yang kemudian dipersilahkan oleh akar

dan selanjutnya terus naik keatas

tapi sajak di daun itu indah

seperti air yang disiapkan ibu disetiap jam makan.

dua kembang itu terus bertanya

karena setiap harinya dia terus menulis sajak-sajaknya

pada daun-daun yang menemani hari-hari mereka.

serentak mereka pun bertanya:

kenapa kau tak berani menulis sajakmu pada tubuh kami?

Penulis sajak itu menjawab:

sebenarnya sajak itu sudah ada

dan aku akan menulisnya disaat kalian lupa.

lupa karena sajak-sajakku membosankan kalian.

dan rasa bosan itu ada karena kalian terus bartanya tentang sajak-sajakku.

padahal kalian sudah paham

tentang semua sajak yang aku tulis di daun-daun itu.

kalau kalian bertanya terus,

maka aku semakin tidak ingin menjawabnya

karena jawabannya ada pada diri kalian dan ibu

tapi jangan kalian bertanya pada ibu

karena ibu telah memberimu semuanya


syarif waja bae

kediri, akhir juni 2008

Jumat, 27 Juni 2008

kutang

Kalatida dan Kalabendu sudah menjadi arus lumpur deras

Kotor, najis, meluluhlantahkan semuanya

Senandung Rahim bumi yang teduh dikoyak-koyak, Dihujam berkali-kali

Aborsi terus berulang

Mulut-mulut dijahit mesin raksasa

anak kecil itu kebingungan mencari kunang-kunang

Yang biasanya dia temui di atas pohon samping pematang yang telah hilang

Dalam pencariannya, Dia malah dikencingi pupa

Malam yang melahirkan candra kirana pupus bersama hilangnya suara srigala yang pergi karena takut akan pagi yang sekarang.

Pagi yang tak sejuk lagi

Pagi yang gagal mengirim embun pada bunga dan rumput

Terlintas sebuah lingkaran generasi yang melingkar menjadi generasi dajal

Rasa takut merasuki hati

Akan ada berita apalagi setelah jendela kamar di buka

Akankah ikan-ikan di bawah jendela itu masih menangis

Dan berenang diatas air matanya sendiri seperti kemarin

Anak kecil itu diam melihat ibunya yang tak tau harus melakukan apa di dapur

Sementara kaki bapak gemetar sebelum sampai di beranda;

Kalimat apalagi yang kupakai untuk menangkis pertanyaan istri dan anakku

Pertanyaan yang selalu sama

Kini Rumah kehilangan harmoni

Dan entah sampai kapan



Syarif waja bae

Mei 2008

Selasa, 24 Juni 2008

Purnama-purnama

Kala purnama-purnama mencatat sejarah

Mengobral warna pesona jiwa

Mengtasnamakan hati entah kenapa

Semoga tidak mengucilkan esensinya

Masuk ketelinga

Terlintas didepan mata

Kadang tersaring, kadang hampa

Larut kedalam lalu kau hembuskan dengan raciikanmu

Aroma itu terbang dan menimbulkan

Persepsi-persepsi

Kemudian kau menyebutnya:

Itu purnama

Itu melati

Itu mawar

Coba pandangi setiap apa yang direfleksikannya

Jangan ceroboh untuk melingkari

Hampir setiap jejak dicatat

Harumnya terpancar dari lembaran yang maya

Awas terjebak fatamorgananya.

Biarkanlah singgasana itu terlahir

Jangan kau baluti dengan paksaan.

Memang itu firdaus

Jangan kau buat dia tercoreng

Kau Cuma menyikapinya

Jangan salahkan panggungnya

Lihatlah tarian yang kau pentaskan

Jangan kau telan sabda yang sudah kau tebar

Cahaya bulan itu tidak terlahir

Kaulah matahari yang membuat auranya terpancar.

bukan dengan logika yang menjadikanmu naif




syarif waja bae
september 2006

PERGULATAN AKHIR BINATANG JALANG

Tatkala Harimau-harimau memproklamirkan diri

Memegang perangkat hukum

Merusak meja hijau belantara

Keadilan rimba mencapai titik puncak sakaratul maut

Persekutuan serigala dan burung Hantu

Dicakar hingga tak bersuara

Burung Nazar mati

karena kekenyangan ribuan usus busuk binatang jalang

harimau membagi warisan hingga tujuh turunan

masing-masing menguasai wilayahnya

yang penuh dengan daging-daging segar

akhirnya semuanya mati

yang tertinggal hanyalah kaum mereka

Polemik terjadi

Dilema terus memusingkan otak mereka

Isi rimba tinggal nama

Kemana lagi harus mencari daging-daging segar

Daun dan ranting melakukan bunuh diri secara berjamaah

karena panggilan hati

semua pohon rapuh

tinggal padang yang tandus, kering, dan retak

Harimau-harimau itu kebingungan

Jutaan suara terdengar dari langit: ha..ha..ha…

seraya berkata ;

apalagi yang akan kau makan bajingan!!!


Sanggar Pramuka Lawang,

Februari 2007

Syarif Waja Bae

MERAH DAN PUTIH

Merah tak berani lagi

Putih sudah tak suci

Perputaran ini yang telah membuktikannya

Seperti berada didalam rimba

Pertiwi diam membisu

Pertiwi kehabisan air mata

Pertiwi diserang stroke yang berkepanjangan

Pertiwi dipenjara anak-anaknya yang terus bangga dan latah

Termasuk kau dan aku

Hey… bersatunya merah dan putih telah menjadikanmu janin

Kemudian kita terlahir dengan tangan yang terkepal.

Menandakan kuatnya keinginan untuk hidup

Disertai dengan tangisan yang semangatnya membara…merah…merah...

Ayat-ayat suci menyambut dengan tulus…karena kau putih…tanpa noda

Setelah terbuai dengan ampas-ampas itu

Kita berdusta terhadap merah dan putih

Rusak semuanya

Mana kesaktian merah…? Mana auranya putih…? Mana…

Lihat… merahnya darah yang tumpah akibat pertikaian sudah menjadi hal yang biasa

Putihnya norma-norma sudah dicabik-cabik.

Diobral tanpa harga dengan

Mengatasnamakan zaman yang tidak bisa dilawan

Banyak tanah yang menjadi saksi tragedi

Mulai dari Rencong sampai Cendrawasih

Naluri diperkosa, ideologi tinggal nama

Dan perahunya terus diterpa gelombang yang murka

sia-sia kuhormati kau disetiap senin pagi selama 12 tahun

yang diselingi lagu sang maestro biola

jejak najis ini terus memebekas dan berakar

episodenya terus melangkah dengan dendam dan nafsu

kenapa kita tidak mengkaji benang merah yang dibawa Budha, Bagawan biasa, Jesus Dan Muhammad?


Syarif waja bae

Surabaya,Desember 2006

Sedang Sakit

Walau tumbuh diatas muara yang garang

Teratai itu tetap menjadi tikar sederhana

Tempat kau merancang strategi untuk bertahan

Kala ombak nakal datang

Kau tancapkan melati kiriman garuda melankoli.

Kau perintahkan jutaan kunang-kunang

Untuk menghiasi malam-malamnya

Muara itu harum benderang

Tapi kenapa kau tak duduk diatas teratai itu seperti biasanya?

Atau kau hanya ingin duduk disaat kalasuba datang?

Tak lama melati itu berkata: dia sedang sakit karena keasikan

Menikmati sampah-sampah yang dibuang dari tong-tong yang rusak.

Dia sedang mencari ramuan agar sembuh dari sumpah moyangnya

Tentang singgasana pelangi yang kaya dan bercahaya.


Syarif Waja Bae

Juni 2008

Tanda

Judul ditulis, tak lama dia diam

coba mencari kosakata bermakna

kadang pusing, kadang lega

meski lamban, dia tetap menulisnya

siGendut pernah berkata; judul itu penting

karena judul menjaga agar tulisan tidak melebar.

Yaa... ada benarnya juga.

Didalam tulisan ada titik, ada koma, ada tanda petik

juga ada tanda Tanya dan Tanda seru.

Dan masih ada yang lainnya.

Dia berhenti sebentar ketika melewati tanda seru dan tanda Tanya

Bukan karena bimbang atau ragu

Tapi karena dia tersentuh.

Seperti halnya diawali dengan tangisan keras.

Entah sampai menutup mata ataukah menanti sangkakala

Selalu terjadi penawaran dan perhitungan

Membuat tanda seru dan tanda Tanya yang menjadi refleksi.

siGondrong-pun selalu berkata; itu pilihan. Dan harus dipilih.

Agak keberatani-erata bagi penulisunnya tungan

i sangkakalamatahari bagi si-penulis untuk sepakat, Karena itu pakai logika.

Semua ditakdirkan untuk melewati apa yang telah dipilih

Bukan kita yang memilih, yang kemudian dilewati dengan keakuan kita.

semua itu berawal dari sentuhan dan tersentuh

setelahnya, semua akan menjadi penawaran dan perhitungan

yang terus...terus...dan terus disertai dengan tanda Tanya dan tanda seru.

Perlu kecermatan untuk mendapatkan intan yang menjadi keniscayaanngi dengan tanda tanya

karena semua yang ada dibalik tanda samadengan,

akan diketahui kelak kita semua berkumpul.



Syarif Waja bae

Surabaya, oktober 2006

obrolan mendadak antara kaki dan tangan

tiba-tiba kaki bertanya kepada tangan;

kenapa disetiap tempat yang pernah ku antar,

kau selalu meninggalkan bekas yang hambar

dengan enteng tangan menjawab;

itulah kekeliruan kita. terutama kau!

kau mau saja diperintah otak, tanpa mau berdiskusi dengan mata, hidung, telinga, kulit, dan hati

tidakkah kau mengerti

bahwa di tempat-tempat yang kau antar itu sudah banyak yang kehilangan arti

tempat-tempat itu sudah tak seharum kembang

yang ada malah baunya seperti bau kambing

tapi ada satu pertanyaan terakhir untukmu;

apa pernah tangan-tangan dan kaki-kaki yang lain berdiskusi seperti kita sekarang?


April 2008,

Syarif Waja Bae

putih hitam - hitam putih

Ada putih ada hitam

Ada hitam ada putih

Diawali dengan putih

Kemudian datang hitam

Aku tak mau menyebutnya putih

Dan aku juga tak mau menyebutnya hitam

Aku lebih suka menyebutnya putih-hitam atau hitam-putih

Meski berbagai warna datang menghiasi

Dia tetap putih-hitam atau hitam-putih

Karena itu adalah jawaban yang paling dasar dan paling sadar


Syarif waja bae

Maret 2007

persimpangan

Mereka melabrak matahari

Menembus malam hingga dini hari

Dengan dungunya emosi

Bersenjatakan tumpulnya belati

Tak pernah tahu akan arti

Berbusana tapi masih telanjang

Selendang keinginan memaksa mengerang

Dengan alasan mengejar sinar benderang

Namun sekalipun tak paham tentang cahaya terang

Mereka menjadi pelacur yang diterbangkan serupa layang-layang

Lenyap sudah dapur dan beranda

Rumah telah menjelma keranda busuk menganga

Dikejar tajamnya gigi srigala

Langkah yang dibelakang semua sia-sia

Dan bekas pijakannya mengejek riang gembira

Lalu apa?



syarif waja bae

maret 2008, Surabaya

perlawanan damai pelacur zaman

Mereka melabrak matahari

Menembus malam hingga dini hari

Dengan dungunya emosi

Bersenjatakan tumpulnya belati

Tak pernah tahu akan arti

Berbusana tapi masih telanjang

Selendang keinginan memaksa mengerang

Dengan alasan mengejar sinar benderang

Namun sekalipun tak paham tentang cahaya terang

Mereka menjadi pelacur yang diterbangkan serupa layang-layang

Lenyap sudah dapur dan beranda

Rumah telah menjelma keranda busuk menganga

Dikejar tajamnya gigi srigala

Langkah yang dibelakang semua sia-sia

Dan bekas pijakannya mengejek riang gembira

Lalu apa?




syarif waja bae

maret 2008, Surabaya

proses

Aku bertemu manusia yang menginginkan

Lilin dan tanah liat

Dia ingin keduanya berubah menjadi angin

Namun betapa sakitnya dia

Karena itu hanya berakhir

Dalam inginnya saja

Ya!! Bagaimana bisa??!!

Sementara dia tidak mau

Menjadi lilin dan tanah liat

Aku bilang:

Seperti perkawinan tinta dan kertas.

Kau pun harus bersenggama dengan mereka.

Agar kau tau semua isyarat

Tentang apa saja yang menjadi atau dijadikan

lingkaran dan kotak

dalam kebersamaan kalian

selanjutnya terserah kau



syarif waja bae

Juni 2008