Jumat, 27 Juni 2008

kutang

Kalatida dan Kalabendu sudah menjadi arus lumpur deras

Kotor, najis, meluluhlantahkan semuanya

Senandung Rahim bumi yang teduh dikoyak-koyak, Dihujam berkali-kali

Aborsi terus berulang

Mulut-mulut dijahit mesin raksasa

anak kecil itu kebingungan mencari kunang-kunang

Yang biasanya dia temui di atas pohon samping pematang yang telah hilang

Dalam pencariannya, Dia malah dikencingi pupa

Malam yang melahirkan candra kirana pupus bersama hilangnya suara srigala yang pergi karena takut akan pagi yang sekarang.

Pagi yang tak sejuk lagi

Pagi yang gagal mengirim embun pada bunga dan rumput

Terlintas sebuah lingkaran generasi yang melingkar menjadi generasi dajal

Rasa takut merasuki hati

Akan ada berita apalagi setelah jendela kamar di buka

Akankah ikan-ikan di bawah jendela itu masih menangis

Dan berenang diatas air matanya sendiri seperti kemarin

Anak kecil itu diam melihat ibunya yang tak tau harus melakukan apa di dapur

Sementara kaki bapak gemetar sebelum sampai di beranda;

Kalimat apalagi yang kupakai untuk menangkis pertanyaan istri dan anakku

Pertanyaan yang selalu sama

Kini Rumah kehilangan harmoni

Dan entah sampai kapan



Syarif waja bae

Mei 2008

Tidak ada komentar: